statistik

Jumat, 06 April 2012

AKSESIBILITAS



SALAM GEOGRAFI UNTUK SEMUA PEMIKIR LINGKUNGAN. Kali ini saya membuat posting mengenai aksesibilitas dan apa saja yang berhubungan dengannya. Semoga bermanfaat unuk semua....
Dalam Kamus Bahasa Inggris Wojowasito (1991:2) mengatakan bahwa accessibility adalah hal yang mudah dicapai. Artinya aksesibilitas tidak hanya sekedar kesediaan segala sesuatu, namun juga kesediaan yang mudah dicapai.
Bambang sutantono (2004:1) menyatakan bahwa aksesibilitas adalah “hak atas akses yang merupakan layanan kebutuhan melakukan perjalanan yang mendasar.  Dalam hal ini aksesibilitas harus disediakan oleh pemerintah terlepas dari digunakannya moda transportasi yang disediakan tersebut oleh masyarakat.”
Kemudian Bambang Susantono (2004:24) menambahkan bahwa “Aksessibilitas merupakan suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan dalam suatu perjalanan. Karekteristik sistem transportasi ditentukan oleh aksesibilitas. Aksesibilitas memberikan pengaruh pada beberapa lokasi kegiatan atau tata guna lahan. Lokasi kegiatan juga memberikan pengaruh pada pola perjalanan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Pola perjalanan ini kemudian mempengaruhi jaringan transportasi dan akan pula memberikan pengaruh pada sistem transportasi secara keseluruhan.”
Blunden dan Black (1984) seperti dikutip Tamin (1997: 52) menyatakan bahwa “Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan ‘mudah’ atau ‘susah’ nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi.”
Ada yang menyatakan bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Jika suatu tempat berdekatan dengan tempat lain, dikatakan aksesibilitas antara kedua tempat itu tinggi. Sebaliknya, jika kedua tempat itu sangat berjauhan, aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi, tata guna lahan yang berbeda pasti mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata guna lahan tersebut tersebar dalam ruang secara tidak merata (heterogen).
Akan tetapi, peruntukan lahan tertentu seperti bandara, lokasinya tidak bisa sembarangan dan biasanya terletak jauh di luar kota. Dikatakan aksesibilitas ke bandara tersebut pasti selalu rendah karena letaknya yang jauh di luar kota. Namun, meskipun letaknya jauh, aksesibilitas ke bandara dapat ditingkatkan dengan menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi sehingga waktu tempuhnya menjadi pendek. Oleh sebab itu, penggunaan ‘jarak’ sebagai ukuran aksesibilitas mulai diragukan orang dan mulai dirasakan bahwa penggunaan ‘waktu tempuh’ merupakan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan ‘jarak’ dalam menyatakan aksesibilitas.
Beberapa jenis tata guna lahan mungkin tersebar secara meluas (perumahan) dan jenis lainnya mungkin berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit dan bandara. Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga berbeda-beda; sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas (frekuensi dan pelayanan). Contohnya, pelayanan angkutan umum biasanya lebih baik di pusat perkotaan dan beberapa jalan utama transportasi dibandingkan dengan di daerah pinggiran kota.
Tabel 2.1 klasifikasi tingkat aksesibilitas
Jarak
Jauh
Aksesibilitas rendah
Aksesibilitas menengah
Dekat
Aksesibilitas menengah
Aksesibilitas tinggi
Kondisi prasarana
Sangat jelek
Sangat baik
Sumber : Black (1981)
Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada tabel 2.1. Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek, maka aksesibilitasnya rendah. Beberapa kombinasi diantaranya mempunyai aksesibilitas menengah.

Aksesibilitas sebenarnya banyak memiliki aneka macam ragam istilah, (Frenk, 1992 : 842), berpendapat bahwa aksesibilitas adalah sinonim dengan availibilitas (ketersediaan). Sehingga antara akses (aksesibilitas) dan ketersediaan (availibilitas) sebenarnya tidak dapat dibedakan. Aksesibilitas dalam hal ketersediaan berarti moda transportasi yang digunakan siswa ke sekolah.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa aksesibilitas terkait erat dengan ketersediaan dan kemudahan. Ketersediaan dalam hal ini berhubungan dengan kondisi ekonomi orang tua siswa, jika siswa tergolong ekonomi tinggi maka ia pergi ke sekolah dengan kendaraan yang tersedia (kendaraan pribadi). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas siswa merupakan perpaduan antara jarak rumah siswa ke sekolah, moda transportasi yang digunakan siswa ke sekolah, waktu tempuh siswa untuk sampai di sekolah, kenyamanan siswa selama perjalanan ke sekolah, dan uang yang dikeluarkan siswa untuk sampai di sekolah.
2.1.2 Hubungan Transportasi
Tamin (1997 : 53) dalam Perencanaan dan Pemodelan Transportasi menjelaskan bahwa tabel 3.2 menggunakan faktor ‘hubungan transportasi’ yang dapat diartikan dalam beberapa hal. Suatu tempat dikatakan ‘aksesibel’ jika sangat dekat dengan tempat lainnya, dan ‘tidak aksesibel’ jika berjauhan. Ini adalah konsep yang paling sederhana; hubungan transportasi (aksesibilitas) dinyatakan dalam bentuk ‘jarak’ (km).
Seperti telah dijelaskan, jarak merupakan peubah yang tidak cocok dan diragukan jika sistem transportasi antara kedua belah tempat dierbaiki (disediakan jalan baru atau pelayanan bus baru), maka hubungan transportasi dapat dikatakan akan lebih baik karena waktu tempuhnya lebih singkat. Hal ini sudah jelas berkaitan dengan kecepatan sistem transportasi tersebut. Oleh karena itu, ‘waktu tempuh’ menjadi ukuran yang lebih baik dan sering digunakan untuk aksesibilitas.
Selanjutnya, misalkan terdapat pelayanan bus yang baik antara dua tempat dalam suatu daerah perkotaan. Akan tetapi, bagi orang miskin yang tidak mampu membeli karcis, aksesibilitas antara kedua lokasi tersebut tetap rendah. Jadi, ‘biaya perjalanan’ (Rp) menjadi ukuran yang lebih baik untuk aksesibilitas dibandingkan dengan jarak dan waktu tempuh. Mobil pribadi hanya akan dapat memperbaiki aksesibilitas dalam hal waktu bagi orang yang mampu membeli atau menggunakan mobil.
Dengan alasan diatas, moda dan jumlah transportasi yang tersedia dalam suatu kota merupakan hal yang penting untuk menerangkan aksesibilitas. Beberapa moda transportasi lebih cepat (waktu tempuh berkurang) dibanding dengan moda lain, dan mungkin juga ada yang lebih mahal.
2.1.3 Pengaruh Transportasi pada Perilaku Manusia
            C. Jotin Khisty (2005:11) mengidentifikasikan sembilan kategori perilaku manusia yang dipengaruhi oleh transportasi:
a)      Kemampuan berpindah tempat (penumpang, pejalan kaki)
b)      Aktivitas (pengendalian kendaraan, pemeliharaan, kehidupan sosial)
c)      Perasaan (kenyamanan, kemudahan, kesenangan, stres, suka, tidak suka)
d)     Pengaturan (pemilihan sarana, pemilihan rute, pembelian kendaraan)
e)      Kesehatan dan keamanan (kecelakaan, ketidakmampuan, kelelahan)
f)       Interaksi sosial (keleluasaan pribadi, kepemilikan lahan, konflik, peniruan)
g)      Motivasi (konsekuensi positif atau negatif, menggerakan potensi)
h)      Belajar (pelatihan operator, pendidikan mengemudi, pengadaan barang)
i)        Persepsi (kesan, pemetaan, batasan perasaan)
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Transportasi
Tamin (1997: 189) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi dikelompokkan menjadi tiga, sebagaimana dijelaskan berikut.
a)      Ciri pengguna jalan
Beberapa faktor ini diyakini sangat mempengaruhi pemilihan moda:
·         Ketersediaan atau kepemilikan kendaraan pribadi
·         Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)
·         Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, bujangan, dan lain-lain)
·         Pendapatan
·         Faktor lain misalnya keharusan menngunakan mobil ke tempat bekerja dengan keperluan mengantar anak ke sekolah

b)      Ciri pergerakan
·         Tujuan pergerakan, contohnya pergerakan ke tempat kerja di negara maju biasanya lebih mudah dengan pemakaian angkutan umum karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanan yang sangat baik dan ongkosnya lebih murah dibandingkan dengan mobil. Akan tetapi hal yang sebaliknay terjadi di negara berkembang; orang masih tetap menggunakan mobil pribadi ke tempat kerja, meskipun lebih mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan, dan lain-lainnya tidak dapat dipenuhi oleh angkutan umum.
·         Waktu terjadinya pergerakan, kalau kita ingin bergerak pada tengah malam, kita pasti membutuhkan kendaraan pribadi karena pada saat ini angkutan umum tidak atau jarang beroperasi.
·         Jarak perjalanan, semakin jauh perjalanan, kita semakin cenderung memilih angkutan umum dibandingkan dengan pribadi. Contohnya bepergian dari Jakarta ke Surabaya, kita lebih memilih angkutan umum (bus, pesawat, atau kereta api) meskipun memiliki kendaraan pribadi karena jaraknya yang  jauh.
c)      Ciri fasilitas moda transportasi
Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, faktor kuantitatif seperti:
·         Waktu perjalanan: waktu menunggu di pemberhentian bus, waktu berjalan kaki ke pemberhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain-lain.
·         Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain)
·         Ketersediaan ruang dan tarif parkir.
Faktor kedua bersifat kualitatif yang sangat sukar menghitungnya, meliputi kenyamanan dan keamanan, keandalan dan keteraturan, dan lain-lain.
2.1.5 Kesenjangan Transportasi
C. Jotin Khisty (2005:15) menyatakan para ahli perencanaan sangat menyadari jarak “penolakan” dari rata-rata pejalan kaki yang menggunakan sistem jalan raya, yaitu umumnya 400 meter atau mil. Lebih dari 400 meter, kebanyakan pejalan kaki membutuhkan semacam sistem mekanis untuk membawa mereka ke tempat tujuan. Sebagai contoh, jika seorang pejalan kaki hendak menempuh jarak 10 kali lebih besar dari 400 meter (yaitu 4 km atau 2,5 mil), orang tersebut biasanya tidak akan mau menghabiskan waktu selama 50 menit untuk berjalan, meskipun orang tersebut memiliki banyak waktu luang. Dia pasti akan mencari alternatif transportasi lainnya yang lebih cepat. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa orang memilih moda transportasi tidak hanya berdasarkan pertimbangan biaya saja tetapi juga berdasarkan pertimbangan waktu perjalanan. Tanpa kita sadari, jarak tempuh berhubungan dengan waktu tempuh.


Tabel 2.2 Kesenjangan Transportasi
Jarak (km)
Waktu (menit)
Kecepatan transpor teoritis (km/jam)
Alternatif transportasi
0,4
5
4,8
Berjalan
1
6,6,
9,1
Bis (pusat kota)
4
10
24
Mobil atau sepeda
10
13,2
45,5
Mobil (kota atau perkotaan)
Sumber:  (Kolbuszewski, 1979)


3 komentar:

  1. Mas maaf mau tanya aksesibilitas. Nama yang bener Bambang sutantono atau susantono ya mas...
    Terima kasih.

    BalasHapus
  2. helo, bisa minta sumber2 jurnal dari setiap kutipan penelitian diatas??

    BalasHapus
  3. apakah aksebilitas berpengaruh terhada perilaku perjalanan?

    BalasHapus